25 Jun 2012

Indonesia Mengecil, Geopolitik Dipertanyakan


PENDIDIKIAN KEWARGANEGARAAN
“ANALISIS GEOPITILIK INDONESIA”
Indonesia Mengecil, Geopolitik Dipertanyakan



 

 
Disusun oleh :
1.    Akmal Faizal Nugroho    K 2311004
2.    Diah Setyo Winarni         K 2311017
3.    Dwi Putri Sabariasih       K 2311022
4.    Endah Tri Pamula            K 2311026


PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari lautan dan daratan. Indonesia memiliki kurang lebih 17.000 pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar. Hutan yang luas, kekayaan laut yang melimpah, sumber daya mineral yang banyak, fauna dan flora yang beraneka ragam. Potensi alam yang sangat besar ini menjadi aset yang sangat berharga dan berguna bagai pembangunan Indonesia, tentunya jika dikelola dengan baik dan bijak. Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya, Indonesia belum mampu mendayagunakan kekayaan sumber daya alamnya dengan optimal sehingga sampai 63 tahun negara ini merdeka, pembangunan yang menjadi cita-cita nasional  Indonesia masih belum terwujud. Dan akhirnya, negara – negara lain lah yang kemudian mengambil alih dengan  memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara besar-besaran tanpa memperhatikan kebijakan dan keadaan alam yang ada sekarang.
            Pengeksplorasian yang dilakukan oleh negara lain terhadap Indonesia tidak hanya pengeksplorasian daratan tetapi juga pengeksplorasian lautan. Pengeksplorasian ini tentu saja sangat merugikan negara Indonesia, karena hak milik Indonesia yang seharusnya dinikmati oleh rakyat Indonesia malah dinikmati oleh negara lain. Pengeksoplorasian yang terjadi di Indonesia di antaranya adalah pengeksplorasian kekayaan laut berupa penangkapan ikan, terumbu karang,dan kekayaan alam yang lain. Selain itu wilayah laut Indonesia biasanya digunakan sebagai tempat pembuangan limbah oleh negara lain, sehingga wilayah laut Indonesia menjadi tercemar limbah dalam jumlah yang tidak sedikit, bahkan dari sebuah sumber dikatakan bahwa Indonesia menjadi tempat pembuangan limbah barang-barang yang mengandung bahan kimia berbahaya sejenis merkuri. Tentunya hal ini berdampak buruk tidak hanya bagi makhluk hidup tetapi juga ekosistem yang akhirnya merugikan negara tidak hanya secara ekonomi tetapi juga alam.

            Dewasa ini, kita sering melihat dalam media elektronoik terutama televisi menyiarkan berita mengenai keberadaan kapal negara lain yang sering berlayar dan beraktivitas di wilayah perairan Indonesia. Hal tersebut tentunya bukan sebuah hal yang dapat dibenarkan, mengingat negara kita adalah negara yang telah merdeka dan memiliki kedaulatan yang tidak hanya diakui secara regional tetapi secara internasional. Kedaulatan yang kita miliki sudah seharusnya dijaga karena kedaulatan tersebut bukanlah hal yang diperoleh dengan mudah. Kedaulatan tersebuy diperoleh dengan usaha keras dan konsistensi semangat selama bertahun-tahun. Namun begitu mudahnya negara lain meremehkan kedaulatan negara kita. Dan menjadi kewajiban bagi kita sebagai warga negara untuk menjaga kedaulatan tersebut. Karena bagaimanapun juga perlu disadari bersama bahwa suatu negara tidak akan mampu bertahan di era modern yang kompleks ini tanpa adanya penjagaan atas kedaulatan.
Berbicara mengenai kedaulatan suatu negara tentu tidak terlepas dari wilayah negara itu sendiri. Secara fisik kedaulatan selalau dikaitkan dengan wilayah negara. Wilayah negara ini mencakup wilayah daratan, lautan, dan udara dengan batas-batas yang telah ditetapkan. Dari tiap wilayah ini kemudian memiliki tata hukum nya masing-masing yang dalam penerapannya tidak dapat dicampur menjadi satu. Inilah yang kemudian memunculkan hubungan dengan geopolitik.
Apa yang dimaksud dengan geopolitik itu sendiri? Masyarakat Indoenesia begitu awam terhadap apa yang dimaksud dengan geopolitik. Sehingga dalam pelaksanaan hukum yang berkaitan dengan geopolitik ini menjadi sulit untuk ditegakkan. Sebagai bagian penting dalam penjagaan kedaulatan negara, geopolitik memiliki kedudukan yang penting. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya suatu persamaan merupakan hal yang sulit, tetepi tetap dalam pelaksanaannya geopolitik harus mendapat perhatian yang serius.
Geopolitik berasal dari dua kata yaitu “geo” dan “politik” yang keduanya ini berkaitan erat dengan geografi dan politik, Sejatinya dua kata tersebut memiliki pengertian yang tidak berhubungan satu sama lain. Geografi mengkaji masalah wilayah sedangkan politik mengkaji mengenai kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau akrab disebut dengan distribusi. Geopolitik merupakan sebuah kajian mengenai kebijakan yang ditentukan oleh wilayah (penulis). Sedangkan oleh Preston E. James, dikatakan bahwa geografi mengkaji mengenai tata ruang suatu wilayah di permukaan bumi yang didalamnya berkaitan dengan interaksi manusia dengan lingkungannya. Sedangkan politik selalu berhubungan dengan kekuasaan an pemerintahan. Dari pengertian di atas dapat penulis katakan bahwa geopolitik secara konteks teritorial mengatur kebijakan yang berkaitan dengan fungsi wilayah dalam berinteraksi, lingkup wilayah, dan hirarki aktor dari lingkup masional, regional, hingga lingkup terbesar yaitu internasional dengan empat unsur pembangun yaitu keadaan geografis, politik dan strategi, hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsure kebijaksanaan.
Dalam lingkup nasional, geopolitik menjadi hal yang sangat penting. Karena seperti yang diketahui bahwa wilayah Indonesia sekarang ini sangat riskan dengan infiltrasi negara lain terutama negara tetangga. Infiltrasi ini tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui serangan teritorial bawah laut dengan cara melakukan usaha untuk dapat merubah posisi batas laut, dan terang-terangan contohnya adalah pengakuan budaya yang kita miliki dan publikasi budaya dengan menjelak-jelakan budaya kita. Kasus terkenal yang berkaitan dengan geopolitik ini antara lain hilangnya wilayah Ambalat, Pulau Sipadan-Ligitan, reklamasi Pantai Singapura, sengketa pergeseran patok batas wilayah di Sebatik, hingga internal nasional yaitu gerakan separatisme. Jika kita kaji satu-per satu dari segi internal Indonesia sendiri, akar dari kejadian-kejadian di atas adalah lemahnya sistem pertahan nasional kita, lemahnya peranan pemerintah dalam menegakkan perundang-undangan yang telah dibuat, dan sikap acuh bangsa Indonesia terhadap apa yang dimiliki bangsa sendiri.
Di mulai dari lemahnya sistem pertahanan negara ini. Sistem pertahanan yang diterapkan di Indonesia adalah didasarkan pada pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” dan ayat (3) “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Tidak seorang pun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Upaya pertahanan negara harus didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 yaitu “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” dan ayat (2) “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Dalam dasar di atas jelas bahwa manjaga ketahanan negara menjadi tanggungjawab semua pihak, bukan hanya pemerintah beserta undang-undangnya tetapi juga masyarakat luas sebagai pelaksana dan penjaga pelaksanaan kebijakan yang ada.
Berawal dari lepasnya wilayah Timor Timur pada 1999. Hal tersebut cukup menjadi tamparan keras bagi bangsa ini mengingat Timor Timur adalah kawasan yng bisa dikatakan diistimewakan pada masa tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap pemerintah yang meluangkan anggaran lebih bagi kawasan di timur Indonesia tersebut hingga wilayah pusat seperti Jakarta merasa iri dengan perlakuan tersebut. Namun tidak lama kemudian, muncullah gerakan separatis Timor Timur yang dikenal dengan Timor Leste sekarang ini. Timor Timur memilih ingin berdiri sendiri dengan alasan yang tidak masuk akal sama sekali, yaitu karena merasa tidak diperhatikan sebagai wilayah yang berada di sisi timur Indonesia. Dan ini diperparah dengan dikabulkannya pemisahan ini oleh pihak Mahkamah Internasional. Kasus Timor Timur ini ternyata tidak cukup terjadi satu kali. Hal tersebut dibuktikan dengan terjadinya hal serupa yaitu kasus Ambalat, Pulau Sipadan-Ligitan, Sebatik, hingga reklamasi Pantai Singapura seperti yang telah disebutkan di atas. Pada kasus Sipadan dan Ligitan, pengakuan Malaysia atas Sipadan dan Ligitan merupakan upaya Malaysia dalam memperluas wilayahnya. Dengan memperlua wilayahnya, Malaysia dapat mengelola segala sesuatu (SDA ) yang ada di kedua pulau tersebut. Padahal Malaysia mengatahui bahwa kedua pulau tesebut merupakan wilayah Indonesia, hal ini terbukti melalui peta Belanda yang dikukuhkan Malaysia pada tahun 1979 dimana tertera Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Pada kasus Sipadan-Ligitan pada 2002 negara kita mengalami kekalahan diplomasi politik di tingkat Mahkamah Internasional. Dalam diplomasi yang ada dikatakan bahwa secara historis, Sipadan-Ligitan masuk dalam wilayah Indonesia. Namun karena pihak peng-klaim lebih pandai maka diplomsi kita dikalahkan dari aspek teknologi yang digunakan dan penguasaan kosep-konsep diplomasi politik modern. 
Indonesia berusaha mempertahankan kawasan tersebut sebab secara historis dalam Peta zaman Penjajahan Belanda kedua pulau tersebut masuk dalam wilayah Indonesia walaupun tidak tertera pada peta yang menjadi lampiran Perpu No 4 / 1960 yang menjadi pedoman kerja Tim Teknis Indonesia.
·         Indonesia beranggapan bahwa penduduk yang ada di kedua pulau tersebut adalah penduduk Indonesia. Alasan ini tidak kuat sebab seperti yang diketahui bahwa Indonesia dan Malaysia merupakan satu rumpun yaitu Rumpun Melayu sehingga sangatlah susah untuk membedakan hanya dari ciri fisik dan bahasa yang dipergunakan. Apalagi penduduk yang berada di daerah perbatasan merupakan campuran dari kedua negara bersangkutan.
·         Baik Malaysia maupun Indonesia sama-sama berusaha memperjuangkan haknya atas kedua pulau tersebut. Ketika Indonesia sibuk mencari dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang mendukung, Malaysia sibuk membangun infrastruktur dan mengelola kedua pulau itu bahkan latihan perang Tentera Diraja Malaysia dilaksanakan di Sipadan. Walaupun pada saat itu ada peraturan bagi kedua negara agar tidak mengelola kedua pulau itu karena dalam status quo. Namun hal ini juga dapat dianggap sebagai kelalaian Indonesia karena tidak bisa menjamin kesejahteraan penduduknya.
·          Kesalahan bukan hanya pada pemimpin negara pada saat itu atau pada Departemen Luar Negeri tetapi juga pada semua departemen yang berkaitan dengan pengelolaaan kedua pulau tersebut. Kurangnya koordinasi dan partisipasi aktif dari Departemen Luar Negeri, TNI terutama Angkatan Laut, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen Pariwisata dan lembaga lain terkait berdampak pada tidak adanya pengelolaan terhadap kedua pulau tersebut.

Selain dari segi diplomasi, yang perlu mendapat sorotan adalah sistem pertahanan negara kita dari segi aparat pertahanan nasional yang terlibat langsung di daerah tersebut. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa tahun lalu, hanya sebagian peralatan tempur yang dimiliki TNI AU dapat digunakan karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukhoi yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuan radar, tanpa dibantu oleh kelengkapan persenjataan yang lebih canggih lainnya. Inilah potret nyata keadaan pertahanan kita, konstruksi bangunan teritorial kita begitu rapuh sehingga fenomena kehilangan wilayah sudah seharusnya menjadi peristiwa biasa dan sering terulang hingga adanya perbaikan sistem pertahanan itu sendiri.
Hingga sekarang ini ada satu kasus yang masih belum usai, yaitu Blok Ambalat yang diklaim oleh negara tetangga dengan sebutan ND6 dan ND7. Kasus ini menjadi trauma atas kasus Sipadan-Ligitan sebelumnya. Masyarakat mulai merasa resah dan bertanya-tanya mengenai sikap pemerintah dalam penyelesaian dan usaha pemertahanan wilayah Ambalat tersebut. Karena masyarakat sudah cukup dibuat panas oleh sikap negara tetangga yang terkesan meremehkan negara ini. Pemerintah negara tetangga terlihat begitu terobsesi memiliki wilayah Ambalat tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan sikap belajar mereka dari kasus Sipadan-Ligitan sebelumnya. Mereka menekankan tidak hanya dari diplomasi tetapi juga siap penuh dari segi aparat pemerintahan. Tentara mereka dilengkapi dengan peralatan yang mendukung sehingga mereka benar-benar bersiap ketika mungkin kasus ini menghendaki kontak fisik antar negara. Bertolak belakang dengan perilaku negara peng-klaim. Pemerintah negara ini terkesan sudah putus saja dan ikhlas saja jika memang Ambalat akan menjadi deret penambah daftar pulau yang hilang. Pemerintah sama sekali tidak ada usaha untuk membenahi sistem pertahanan negara baik dari segi diplomasi hingga aparat pertahanan itu sendiri.
Kasus lainnya adalah mereklamasi daratan Indonesia untuk membuat pulau baru di wilayah Singapura. Kasus ini menunjukkan seberapa ‘pandai’ Singapura dan polosnya Indonesia. Yang terjadi pada kasus ini adalah Singapura membuat pulau baru dari pasir yang berasal dari daratan Indonesia yaitu pasir yang terdapat di Riau. Hal seperti ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan pemerintah Indonesia, bagaimana caranya negara lain dapat menggali dan membawa pasir dari negara kita dengan leluasa dan dalam jumlah yang banyak tanpa adanya pengawasan dari aparat terkait serta kenapa Singapura mempunyai izin untuk melakukan tindakan di atas. Ketika kita sebagai masyarakat hendak secara membabi buta men-judge pemerintah menghalalkan hal di atas tentu bukan sesuatu yang tepat karena kita tentu tidak tau secara pasti sikap yang dilakukan pemerintah atas hal tersebut. Namun bukan sebuah kesalahan pula ketika kita menilai adanya unsur kepentingan kelompok dalam kasus di atas. Mengingat hal di atas akan mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit. Kelompok-keloompok kepentingan inilah yang kemudian menjadi oknum nakal dengan tanpa rasa bersalah membantu usaha pengeksloitasian dan pendegradasian wilayah oleh negara lain.
Cerita dari dalam negeri yang tidak akan hilang dari ingatan kita adalah mengenai gerakan Aceh merdeka, lepasnya Timor Leste, dan Organisasi Papua Merdeka . Itulah beberapa contoh konflik yang pernah terjadi di dalam tubuh Indonesia. Konflik ini mengindikasikan bahwa terdapat beberapa kelompok yang tidak bangga menjadi bangsa Indonesia. Penyebab ketidakbanggaan mereka tentunya beranekaragam, diantaranya karena adanya perasaan pemerintah Indonesia tidak memperhatikan kesejahteraan mereka, karena pemerintah hanya berfokus pada daerah-daerah yang yang dekat dengan pusat pemerintah, hingga munculnya perasaan diabaikan dari segi keberadaan oleh pemerintah. Hal-hal  seperti ini lah yang kemudian menimbulkan kekecewaan pada kelompok-kelompok tertentu. Dan kemudua ketika mereka tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka dapatkan dari negaranya sendiri, muncullah negara lain yang  memberikan kenyaman dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Sehingga mereka mudah jatuh dan patuh karena kebaikan negara lain yang ternyata di belakang kebaikan mereka mempunyai maksud tertentu agar mereka mau bergabung atau memilih negara mereka di banding negara Indonesia. Kejadian seperti ini jelas-jelas banyak terjadi di daerah-daerah yang berbatasan dengan negara lain. Keinginan untuk berpisah dengan negara Indonesia yang dilakukan oleh daerah-daerah perbatasan yang tidak diperhatikan ini dianggap sebagai hal yang wajar, karena pemerintah yang notabene memiliki wilayah tersebut justru acuh. Sehingga ketika muncul referendum untuk memilih negara yang sekarang dinaungi dan negara yang memberi kenyamanan, mereka lebih memilih berpisah dengan negara yang dinaungi yaitu Indonesia dan bergabung dengan negara lain atau mendirikan negara sendiri.
Sebagai bangsa Indonesia sudah seharusnya kita berusaha memperbaiki atau meminimalisir peristiwa – peristiwa yang telah dijelaskan di atas mengenai geopolitik. Kita tidak perlu selalu menyalahkan apa yang terjadi, yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencari solusi yang terbaik agar bangsa Indonesia yang kita cintai ini tidak di ekploitasi dan di ambil wilayahnya oleh negara lain. Beberapa solusi yang dapat kita lakukan adalah membuat perundang-undangan yang aplikatif yang harus ditaati oleh setiap orang,  sehingga ketika ada negara lain yang berusaha melakukan hal yang tidak sepantasnya dilakukan terhadap bangsa Indonesia dapat ditolak. Sebenarnya mengenai masalah perundang-perundangan, sebagus apapun perundang-undangan suatu negara apabila warga negaranya tidak merealisasikan dan menaatinya maka perundang-undangan itu hanyalah formalitas belaka. Sehingga kita harus meningkatkan kesadaran warga negara untuk ikut andil menjaga apa yang menjadi hak milik bangsa Indoneisa. Pemerintah Indonesia yang mempunyai wewenang lebih luas di banding masyarakat lainnya harus adil dalam memberikan perhatian terhadap seluruh daerah, mengalokasikan dana APBN secara merata sehingga tidak menimbulkan kecemburuan antar daerah yang lebih jauh berefek untuk memisahkan diri dengan bangsa Indonesia. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam menjaga derah-daerah yang ada di Indonesia adalah dengan cara memperkuat sistem pertahanan, baik pertahanan darat dan laut karena perbatasan negara kita terdapat di darat dan laut. Jadi solusi-solusi yang dapat kita lakukan dapat terlaksana dengan baik jika ada kerjasama yang baik dari seluruh unsur bangsa Indonesia ini.
REFERENSI
















0 komentar:

Posting Komentar