Pluralisme
adalah sebuah kerangka dimana terdapat
interaksi kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan
toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan
hasil tanpa konflik asimilasi, pengertian menurut ilmu sosial. Pluralisme
merupakan salah satu ciri dari masyarakat modern.
Di Indonesia banyak ditemukan
pluralism dalam berbagai hal. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa negara
Indonesia adalah negara yang mempunyai jutaan jumlah penduduk, dan banyak
sekali kita temukan multi etnis, ras, suku, budaya, agama. Tiap wilayah tentu mempunyai seni dan budaya yang sangat
beragam, sehingga pluralsime budaya pun sudah sewajarnya ada di Indonesia.
Tiap wilayah berusaha untuk menjaga
kelestarian seni dan budaya yang mereka
miliki,budaya yang telah diwarisi oleh nenek moyang. Apalagi di zaman sekarang
seni dan budaya dari luar sangat mudah masuk ke negara kita. Karena jumlah seni
dan budaya yang sangat banyak inilah, sudah sepantasnya negara Indonesia mengangkat
asas Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda namun tetap satu jua.
Inti penting dari pluralisme adalah
toleransi. Akan tetapi kenyataannya pada saat ini pluralisme yang
diidam-idamkan bersama telah mengalami pergeseran. Pluralisme yang berasaskan
Bhineka tunggal Ika, sekarang mulai berubah menjadi asa ke-Ika-an. Padahal keberadaan dari pluralisme sangat
penting, karena dengan adanya pluralism diharapakan dapat menyatukan seluruh
masyarakat Indonesia dalam upaya pembangunan nasional.
Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesiaseluruhnya dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan merata diseluruh tanah air dan tidak
hanya untuk satu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi
untuk seluruh masyarakat.
Masyarakat berperan sebagai subjek
dalam pembangunan nasional, yang tentunya sangat berperan penting dalam
berlangsung dan suksesnya pembangunan nasional dalam suatu Negara.
Masyarakatlah yang menetukan arah dan tujuan pembangunan nasional. Apabila subjek yang melakukan pembangunan
nasional itu belum bersatu, belum mempunyai pandangan yang sama, belum
mempunyai tujuan yang sama, tentunya pembangunan nasional pun tidak akan
berlangsung dengan lancar dan terarah,apalagi sukses. Salah satu hal yang menyebabkan
masyarakat belum bisa bersatu adalah karena terlalu banyaknya perbedaan
yang muncul dalam dinamika kehidupan,
perbedaan ini berasal dari multi etnis, ras, agama, suku, budaya. Dan
masalahnya perbedaan yang beraneka ragam atau pluralisme ini masyarakat belum
bisa memaknai dengan baik apa itu pluralisme, sehingga terjadilah pergesekan
budaya dan pertentangan antar suku budaya. Kebanyakan masyarakat memaknai pluralism
sebagai pencampuran, padahal pluralism yang
dimaksudkan adalah pengakuan. Pencampuran antar budaya bukanlah hal yang mudah
diterima oleh setiap orang yang memiliki budaya tersebut, sehingga ketika ada
perbedaan yang dipaksaan untuk bercampur menjadi satu, tentunya menimbulkan
pertentangan.
Pluralitas
tidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun manusia tertentu cenderung
menolaknya karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensinya atau
eksistensi komunitasnya. Salah satu contoh dari konflik yang
disebabkan karena kekurang pahaman dalam pluralism budaya adalah kasus Ambon, Sampit,
dll. Seperti yang kita ketahui, kasus Sampit adalah kasus antara suku Dayak dengan suku Madura. Sebelum
peristiwa berdarah meledak di Sampit, pertikaian antara suku Dayak dan suku
Madura telah lama terjadi. Penyebab
pastinya belum diketahui, yang jelas suku Dayak dapat hidup berdampingan dengan
damai bersama suku lain tapi tidak suku Madura. Menurut versi yang
berbeda-beda, ada yang mengatakan bahwa penyebab konflik antara suku Dayak
dengan suku Madura disebabkan karena kasus pembunuhan yang terjadi antara kedua
belah pihak dana danya ketidak adilan dalam hukumannya. Selain itu versi lain
mengatakan bahwa terjadinya perang antar suku Dayak dan suku Madura karena
kecemburuan sosial-Ekonomi.
Versi berbeda juga menceritakan:
Banyak sebab yang membuat suku Dayak seakan melupakan asazi manusia, baik
langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu
“terdesak” dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di atas
“tanah adat” mereka sendiri karena dituduh tidak memiliki izin penambangan.
Hingga kampung mereka yang harus berkali-kali pindah tempat karena harus
mengalah dari para penebang kayu yang mendesak mereka makin ke dalam hutan.
Sayangnya, kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidakadilan hukum yang seakan
tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi
korban kasus-kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak
(sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang merugikan
masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa
ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum.
Etnis madura yang juga punya latar belakang
budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk
beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus
pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan
didominasi oleh orang Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu perang
antar etnis Dayak-Madura.
Contoh di atas hanyalah segelintir masalah
yang muncul karena pluralism yang kita isam-idamkan bersama dapat menyatukan
seluruh suku, etnis,ras, budaya dan agama di Indonesia yang berpenduduk sangat
banyak mengalami pergeserean dan mengakibatkan pergesekan. Kasus di atas susah
diselesaikan, apalagi kasus tersebut telah ada sejak lama, dan telah timbuk
rasa dendam diantara keduanya.
Solusi yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkan kembali ke-bhineka tunggal ika-an dalam diri tiap masyarakat Indonesia
adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralism,mengenai
toleransi, pengakuan terhadap suku, budaya,ras,etnis, agama lain. Bahkan
pemahaman ini perlu ditanamkan sejak dini, agar dapat mendarah daging bersamaan
dengan tumbuhnya pemikiran yang rasional. Karena pemahaman yang ditanamkan
sejak dini nakan membekas dengan kuat. Pemahaman ini bias diperoleh melalui
pendidikan mengenai pluralism, dan yang berperan mengenai pendidikan bukan
hanya pendidikan secara formal, namun juga secara informal, seperti keluarga
dengan cara mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras
suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Selain itu masalah mengenai pluralism budaya
susah diselesaikan karena dari aparat kemanan kurang tegas dan sikap dalam menghadapi
masalah yang muncul antar suku budaya, sehingga masalah yang awalnya kecil,
tapi karena penyelesaiannya lamban dan tidak maka akan mengakibatkan masalah
menjadi semakin besar.
Perlu adanya dialog dan komunikasi yang intens
guna menjalin hubungan persaudaraan yang baik diantara masyarakat. Dengan
adanya dialog, akan menambah wawasan kedua belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan
yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu
toleransi dan Pluralisme.
Ketika Pluralisme yang menganut asas ke-Bhineka
tunggal ika-an terwujud, maka pembangunan nasional pun lebih mudah tercapai
karena telah ada persatuan subjek yang akan menjalankan roda pembangunan
nasional yang ditujukan untuk kesejahteraan bersama tanpa memandang ras, etnis,suku,
budaya dan agama.
0 komentar:
Posting Komentar