TUGAS
DASAR – DASAR
PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Dwi Putri Sabariasih
K2311022 / A
Pendidika Fisika
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
1. Terangkan pengertian pendidikan dan apa pengaruh lingkungan terhadap pendidikan?
Definisi pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Atau
dengan kata lain Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi
pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat.
lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian
masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh
orangtua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki
kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Sebagaian
ahli menyebutnya dbahwa Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi
kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya
adalah keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan
praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
Lingkungan
kedua adalah lingkungan masyarakat, atau lingkungan pergaulan anak. Biasanya
adalah teman-teman sebaya di lingkungan terdekat. Secara umum anak-anak
Indonesia merupakan anak “kampung” yang selalu punya “konco dolanan”.
Berbeda dengan anak kota yang sudah sejak dini terasing dari pergaulana karena
berada di lingkungan kompleks yang individualistik. Selain itu lingkungan teman
baemain sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak.
Dengan
sitem pengaruh lingkungan seperti sekarang ini, cukup sulit bagi keluarga jaman
ini untuk hanya menekankan pendidikan di salah satu lini saja. Sehebat apapun
keluarga menyusun sistem pertahanan diri, anak-anak tetap akan menajdi santapan
dunia yang serba modern. Kalau tidak sekarang ya akhirnya akan bersentuhan
juga. Menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah juga bukan
segala-galanya. Jaman ini amat sulit mencari pendidikan yang “kaffah lahir dan
bathin” serta terjangkau biayanya oleh kebanyakan orang tua.
2. Teori pendidikan
a. Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus
yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir)
sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan
bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan
faktor alam yang kodrati.
Nativisme adalah pandangan bahwa
keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat alamiah
atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Pandangan ini berlawanan dengan empirisme,
teori tabula rasa,
yang menyatakan bahwa otak hanya mempunyai sedikit kemampuan bawaan dan hampir
segala sesuatu dipelajari
melalui interaksi dengan lingkungan. kemampuan dalam diri seorang anak ditentukan
oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Dengan demikian, menurut aliran
ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahar dari lahir, ia kan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan
anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang
dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi
sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan
tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia,
yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta
kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada
yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada
pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal
dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang
mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
b.
Naturalisme
Pandangan ini ada persamaannya
dengan nativisme. Aliran naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ.
Rousseau 1712-1778).Berbeda dengan dengan Schpenhaouer, Rousseau berpendapat
bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik
anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau juga berpendapat bahwa
pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak
yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa
pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi dengan kata lain pendidikan
tidak diperlukan. Karena yang perlu dilakukan adalah menyerahkan anak didik ke
alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia
melalu proses dan kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari
segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga
anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat
tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada
anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuan-kemampuannya, dan
kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan harus dijauhkan dalam
perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal
yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk
mempertahankan segala yang baik.
c. Empirisisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia,
dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang duperoleh anak dalam kehidupan
sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan2. stimulasi ini
berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk
program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalahseorang filsuf Inggris
bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni
anak lahir kedua bagaikan kertas putih yang bersih.
Aliran empirisme dipandang berat
sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap
tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari terdapat
anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak
mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh
adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri berupa kecerdasan atau kemauan
keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau
kemampuan yang ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih
tampak pada pendapat2 yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif dan
dapat dimanipulasi, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal ini
tercermind dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun
pandangan behavioralisme lainnya.
d. Konvergensi
Perintis
aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan kedunia ini sudah
disertai pembawaah baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini
berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun
faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat
yang dibawa pada waktu anak dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat
itu.Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa
dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi. Pada akan manusia
ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak
berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik
dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu setiap anak manusia
mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya. Missal bahasa jawa, sunda,
bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya. Kemampuan dua orang
anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa
mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh factor kualitas pembawaan dan
perbedaan situasi lingkungan, biar pun lingkungan kedua anak tersebut
menggunakan bahasa yang sama. Willianm Stern berpendapat bahwa
hasil pendidikan itu tergantug pada pembawan dan lingkungan,
seakan-akan dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai
berikut
Keterangan :
a. pembawaan
b. lingkungan
c. hasil pendidikan/
perkembngan
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi ( konvergen artinya
memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
1)
Pendidikan mungkin dilaksanakan.
2)
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anaka
didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya
potensi yang kurang baik.
3)
Yang membatasi hasil pendidika adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran
konvergen pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam
memaha,mi tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapatg variasi
mengenai factor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuhh
kembang itu. Seperti telah dikemukakan bahwa variasi-variasi itu
tersecrmin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang strategi
yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi
disposisional/konstitusional, startegi phenomenologis/humanistic,
startegi behavior, startegi psikodinamik/psiko analitik, dan sebagainya.
Demikian pula halnya dalam belajar mengajar; variasi pendapat itu
telah menyebabkan muncunya berbagai teori belajar mengajar
dan atau teori/model mengajar. Sebagai contoh dikenal berbagai
pendapat tentang model-model mengajar seperti rumpun model behavior
( umpan model belajar tuntas, model belajar control diri sendiri,
model belajar simulasi, dan model belajar asertif), model belajar
pemmrosesan informasi ( model belajar inkuiri, model persentase kerangka
dasar, atau advance organizer, dan model pengembangan berfikir),
dan lain-lain. Dari sisi-sisi lain, variasi pendapat itu juga
melahirkan berbagai pendapat gagasan tentang belajar mengajar, seperti
peran guru sebagai fasilitator atau informatory, teknik penilaian
pencapaian siswa dengan tges objektif atau tes esai, perumusan
tujuan pengajaran yang sangat behavior, penekanan pada peran
teknologi pengajaran.
3.
Apa yang saudara ketahui mengenai asas
Panca Dharma Taman Siswa ?
1.
Asas Kodrat Alam
Asas ini berkaitan
dengan hakikat dan kedudukan manusia sebagai makhluk hidup di dunia, agar
senantiasa mengatur dan menempatkan diri dalam hubungannya yang harmonis dengan
alam dan lingkungan sekitar. Keharmonisan hubungan tersebut akan mendukung
tercapainya kesejahteraan. Sebaliknya, jika terjadi pertentangan, maka akan
mengarah kepada kehancuran harkat manusia. Kesadaran manusia akan hakikat dan
dan kedudukannya di dunia ini, niscaya akan memperkokoh pijakan bagi dirinya dalam
berbuat positif demi masa depannya. Sebaliknya, kekeliruan dalam menghadapi
dunia ini, akan berujung kepada kesesatan atau kekeliruan yang bersangkutan
dalam usaha memperoleh keberhasilan hidup.
Menurut Ki Hajar,
pada hakekatnya manusia sebagai makhluk Tuhan adalah satu dengan kodrat alam
ini. Artinya, manusia merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dengan jagad raya
ciptaan Tuhan. Ia hanya berhasil dalam hidupnya selama ia mengikuti dan
mematuhi kodrat alam yang memiliki banyak hal positif bagi manusia, termasuk
penyediaan fasilitas dalam mencapai kemudahan dan keberhasilan hidup manusia.
Demi kemudahan dan keberhasilan itulah, pendidikan harus dirancang sedemikian
rupa dalam kesatuan dan keterpaduannya dengan alam.
2. Asas Kemerdekaan
Inti dari pandangan
ini adalah bahwa manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan bebas merdeka, dalam
arti memiliki hak asasi yang bersifat asli untuk hidup dan menyelenggarakan
kehidupannya. Tak seorangpun bisa memaksakan kehendak atau kekuasaanya terhadap
orang lain, yang berarti menodai kebebasan individu manusia di muka bumi ini.
Padahal, kebebasan dan kemerdekaan itu merupakan anugerah dari Tuhan, sehingga
tidaklah pantas bila ada pihak tertentu yang ingin mencabutnya.
Asas kemerdekaan
tersebut, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan jangan sampai
disalahgunakan semaunya. Dengan asas ini, maka tiap-tiap individu didorong
untuk memiliki sikap disiplin dan budi luhur. Dengan adanya sikap-sikap
tersebut, maka akan tercipta keteraturan, kesungguhan, dan pantang menyerah
dalam menghadapi hidup. Kedisiplinan, pada akhirnya akan menjadi salah satu
pilar pendukung kemajuan hidup manusia, baik sebagai individu maupun
masyarakat.
3. Asas Kebudayaan
Salah satu cirri dari
kemajuan individu atau masyarakat dapat dilihat dari corak dan mutu kebudayaan
yang berhasil diciptakan dan sekaligus merupakan bagian integral dari realitas
kehidupan individu atau masyarakat tertentu. Oleh karena itu, bagi suatu
bangsa, sangat penting sekali adanya usaha memelihara dan mengembangkan
budidaya individu dan masyarakatnya. Dengan demikian, menjadi salah satu
pembentuk identitas bangsa sekaligus pembeda dengan bangsa lain. Kebudayaan
suatu bangsa juga merupakan cermin kemajuan dan keberhasilan bangsa itu
sendiri.
Menurut Ki Hajar,
pelestarian dan pengembangan kebudayaan suatu bangsa tidak berarti hanya
memelihara dan melindunginya dari pengaruh luar. Tetapi yang lebih penting
adalah, membawa budaya tersebut ke suatu tingkat yang lebih tinggi sesuai
dengan tuntutan dan realitas perubahan zaman. Dengan demikian, asas kebudayaan
dan pengembangannya ini lebih bersifat dinamis, dan bukan suatu pertahanan yang
statis sifatnya. Kebudayaan yang selayaknya dikembangkan dan dipelihara,
menurut beliau, mencakup segala hal yang berkaitan dengan kepentingan hidup bangsa
itu sendiri, lahir maupun batin.
4. Asas Kebangsaan
Sudah sedemikian
lazimnya bahwa setiap bangsa di dunia ini mencintai dan memegang teguh ikatan
kenegaraan dan kebangsaannya. Hal yang demikian ini bukanlah buruk, karena di
sana terkandung realitas dan makna persatuan sebagai modal keberhasilan
perjuangan bangsa. Tanpa adanya kebanggaan akan identitas kebangsaan, jelas
tidak mungkin dicapai keberhasilan dan persatuan, bahkan sebaliknya bisa
mengarah kepada pertikaian antar kelompok tertentu atau malah kehancuran bangsa
itu sendiri.
Akan tetapi, jangan
sampai cinta kebangsaan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan. Asas
kebangsaan harus menampilkan bentuk perbuatan yang nyata, jangan sampai
mengarah kepada permusuhan terhadap bangsa lain. Pada lingkup bangsa sendiri,
asas tersebut antara lain mendorong rasa persatuan antar kelompok yang ada,
juga persatuan dalam kehendak maupun cita-cita untuk mencapai kebahagiaan hidup
lahir batin bagi seluruh komponen bangsa.
5. Asas Kemanusiaan
Seluruh dharma, usaha
atau pengabdian manusia di tengah perjalanan hidup ini, pada hakikatnya adalah
untuk kepentingan harkat dan martabat kemanusiaan. Sebagai layaknya manusia
baik secara individual maupun sosial, ia akan berupaya sekuat tenaga agar hajat
dan kebutuhan hidup manusiawinya terpenuhi secukupnya. Selama kebutuhan manusiawi
tersebut belum terpenuhi, maka perjuangan akan terus berlangsung. Padahal,
kebutuhan manusiawi jenis dan ragamnya banyak sekali, termasuk di dalamnya
pemenuhan harkat kemanusiaan.
Menurut Ki Hajar,
asas kemanusiaan harus ditegakkan di atas prinsip kesucian hati dan rasa cinta
kasih terhadap sesama manusia, dan di lebih dari itu juga kepada seluruh
makhluk Tuhan. Atas dasar itulah, maka jangan sampai ada pihak yang
mengatasnamakan kemanusiaan tetapi dilakukan dengan cara-cara yang menyakiti,
bahkan menghancurkan hak hidup manusia lain. Prinsip ini sedemikian penting
sehingga tidak dapat terpisahkan dari kemanusiaan itu sendiri.
4. Kemukakan
asas-asas ruang pendidikan INS (Indonesische Nederlandse School)
INS
(Indonesisch Nederlandse School) adalah sekolah yang di bangun di
Sumatra Barat pada tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah
Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud utama Syafei adalah
mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa
yang merdeka. Dengan berdirinya sekolah ini berarti Ia menentang
sekolah-sekolah Hindia Belanda yang hanya menyiapkan anak-anak untuk menjadi
pegawai-pegawai mereka saja.
Tujuan pendidikan INS
adalah sebagai berikut :
- Mendidik anak-anak kearah hidup
yang merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
- Menanamkan kepercayaan kepada diri
sendiri, membina kemauan keras, dan membiasakan berani bertanggung jawab.
- Membiayai
diri sendiri dengan semboyan cari sendiri dan kerjakan sendiri.
- Mengembangkan
anak secara harmonis, yang mencakup aspek perasaan, kecerdasan, dan
keterampilan.
- Mengembangkan
sikap sosial, agar dapat bermasyarakat dengan baik.
- Menyesuaikan
pendidikan dengan masing-masing bakat anak.
Organisasi pendidikannya mencakup ruang
bawah dan ruang atas, keduanya terdiri dari sekolah dasar, sekolah menengah,
dan kemasyarakatan.
a. Ruang bawah sama dengan SD yang lama
belajarnya 7 tahun. Disini teori dipelajari 75% dan praktek 25%, dipilih sesuai
dengan kemampuan anak-anak tingkat SD.
b. Ruang atas, mempelajari teori 50%
dan praktek 50%. Ruang atas berlangsung selama 6 tahun, yang terdiri dari :
ruang antara 1 tahun, ruang remaja 4 tahun, ruang masyarakat 1 tahun.
5.
Permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia dan Solusinya
Penyebab rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi
dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di
Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan
yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa
penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Selain beberapa penyebab rendahnya
kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus
beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
3. Rendahnya Kesejahteraan
Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih . Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih . Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan
Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.
Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar